
Jepang tengah menghadapi lonjakan kasus influenza yang signifikan, dengan rata-rata kasus baru di fasilitas medis yang dipantau telah melampaui tingkat waspada. Kementerian Kesehatan Jepang pada Jumat, 7 November 2025, melaporkan bahwa rata-rata 14,90 kasus influenza baru tercatat per fasilitas medis dalam sepekan hingga Minggu sebelumnya, angka ini melebihi ambang batas waspada yang ditetapkan pada 10 kasus. Data tersebut dikumpulkan dari sekitar 3.000 fasilitas medis di seluruh Jepang, menunjukkan peningkatan tajam dari 6,29 kasus pada pekan sebelumnya dan mengindikasikan potensi wabah berskala besar dalam empat minggu mendatang.
Situasi ini semakin memperkuat kekhawatiran yang telah muncul sejak awal Oktober 2025, ketika pemerintah Jepang secara resmi menetapkan status epidemi flu nasional menyusul lonjakan kasus yang terjadi jauh lebih awal dari perkiraan. Rata-rata nasional saat itu telah melampaui ambang batas epidemi, yaitu 1,04 pasien per fasilitas medis, angka yang belum pernah tercatat sedini ini dalam satu musim. Musim flu di Jepang biasanya mencapai puncaknya pada akhir November hingga Desember, namun tahun ini wabah muncul sekitar lima minggu lebih awal.
Dari 47 prefektur di Jepang, 25 di antaranya melaporkan jumlah rata-rata kasus yang telah melampaui level waspada. Prefektur dengan angka tertinggi termasuk Miyagi dengan 28,58 kasus, Kanagawa dengan 28,47 kasus, dan Saitama dengan 27,91 kasus. Wilayah lain yang juga menunjukkan angka tinggi adalah Chiba (25,04), Hokkaido (24,99), Okinawa (23,80), dan Tokyo (23,69).
Lonjakan kasus ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk penurunan kekebalan masyarakat terhadap influenza setelah kasus flu menurun selama pandemi COVID-19. Selain itu, peningkatan mobilitas selama musim liburan dan berkurangnya paparan flu di tahun-tahun sebelumnya turut berkontribusi. Para ahli juga memperingatkan bahwa virus influenza tahun ini mungkin menunjukkan pola penyebaran yang lebih cepat dan adaptif, bahkan mulai menunjukkan tanda resistensi terhadap pengobatan konvensional. Mobilitas penduduk dan perjalanan internasional disebut-sebut mempercepat penyebaran virus ini.
Dampak dari lonjakan kasus ini mulai terasa. Rumah sakit di berbagai daerah dilaporkan kewalahan dan ratusan sekolah serta pusat penitipan anak terpaksa ditutup sementara. Hingga 3 Oktober 2025, lebih dari 4.000 orang telah dirawat di rumah sakit, meningkat empat kali lipat dibanding minggu sebelumnya, dan setidaknya 135 sekolah atau pusat penitipan anak ditutup. Di Prefektur Yamagata, misalnya, 22 dari 36 siswa di sebuah sekolah dasar mengalami gejala flu secara bersamaan, memaksa sekolah tersebut ditutup sementara.
Situasi ini mengingatkan pada wabah influenza terburuk dalam beberapa dekade yang melanda Jepang pada akhir 2024 dan awal 2025, mencetak rekor tertinggi sejak tahun 1999. Pada pekan terakhir Desember 2024, sebanyak 317.812 orang didiagnosis mengidap flu, tiga kali lipat lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kelangkaan obat antivirus utama seperti Tamiflu juga sempat dilaporkan pada awal tahun 2025. Kekhawatiran akan komplikasi serius seperti pneumonia juga meningkat, terutama bagi kelompok rentan, yang disorot oleh kasus kematian aktris Taiwan Barbie Hsu pada Februari 2025 setelah berlibur dari Jepang.
Pemerintah Jepang telah mengimbau masyarakat untuk mengambil langkah-langkah pencegahan, termasuk mendapatkan vaksinasi, mengenakan masker, menjaga kebersihan pribadi seperti mencuci tangan, dan menghindari tempat-tempat ramai. Vaksinasi sangat ditekankan bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan individu dengan penyakit kronis. Wisatawan yang berencana mengunjungi Jepang juga disarankan untuk mengambil langkah pencegahan dan memantau kondisi kesehatan mereka secara ketat.