:strip_icc()/kly-media-production/medias/3143675/original/028513500_1591249354-person-s-left-hand-holding-green-leaf-plant-886521__1_.jpg)
Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkumhut) telah mengambil tindakan tegas terhadap praktik pembuangan dan pengelolaan sampah ilegal yang mencemari kawasan hutan produksi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Lahan seluas 5,2 hektare yang seharusnya berfungsi sebagai hutan produksi dalam skema Perhutanan Sosial di Pasir Ipis, wilayah kerja Perum Perhutani RPH Pinayungan dan RPH Wanakerta, BKPH Telukjambe, KPH Purwakarta di Desa Puseurjaya, Kecamatan Telukjambe Timur, telah disalahgunakan sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah tanpa izin.
Kasus ini terungkap berkat pengaduan dari Gabungan Kelompok Tani Mandiri Telukjambe Bersatu pada 29 September 2025, yang menolak keras menjadikan kawasan perhutanan sosial mereka sebagai lokasi penimbunan sampah. Menanggapi laporan tersebut, tim penyidik Gakkum Kehutanan, bersama dengan SPORC Brigade Elang, melancarkan operasi penertiban dan penindakan pada 12 November 2025.
Dalam operasi tersebut, petugas berhasil mengamankan seorang pelaku berinisial KM (53) yang diduga kuat sebagai pengendali utama aktivitas pembuangan dan pengelolaan sampah ilegal. KM kini ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I A Salemba, Jakarta Pusat, dan dijerat Pasal 78 ayat (3) juncto Pasal 50 ayat (2) huruf a Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Ancaman hukumannya tidak main-main, yaitu pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp 7,5 miliar.
Kepala Balai Gakkum Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Aswin Bangun, menegaskan bahwa areal perhutanan sosial wajib digunakan sesuai izin dan tujuannya. Ia menekankan bahwa siapa pun yang menyalahgunakan areal perhutanan sosial, baik untuk pembuangan sampah, memperjualbelikan, menyewakan, membangun usaha di luar ketentuan, atau kegiatan ilegal lainnya, akan ditertibkan dan ditindak tegas sesuai hukum. Sementara itu, pekerja kecil yang terlibat diposisikan sebagai saksi untuk mengungkap pola dan peran para pelaku utama.
Direktur Jenderal Gakkum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menambahkan bahwa kasus Karawang ini menjadi pengingat penting bahwa penguatan program Perhutanan Sosial harus berjalan seiring dengan penegakan hukum yang berkeadilan. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga kelestarian hutan dan mendukung kehidupan masyarakat sekitar hutan yang benar.
Fenomena pembuangan sampah ilegal di kawasan hutan tidak hanya merusak ekosistem dan mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga berdampak langsung pada kualitas hidup masyarakat. Lingkungan yang tercemar oleh sampah dapat memicu berbagai masalah kesehatan dan mengurangi estetika alam yang seharusnya menjadi sumber kesejahteraan. Kasus Karawang ini menggarisbawahi urgensi untuk mengembalikan hakikat hutan produksi, bukan hanya sebagai penyedia sumber daya alam, tetapi juga sebagai penopang kehidupan dan kelestarian lingkungan bagi generasi mendatang. Di tengah isu darurat sampah nasional, di mana Indonesia menciptakan timbunan sampah seukuran Bantar Gebang baru setiap tahunnya, upaya penegakan hukum dan partisipasi aktif masyarakat sangat vital dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungan hidup secara keseluruhan.