Notification

×

Iklan

Iklan

Pecah Kongsi Dokter Akibat Polemik 'Rahim Copot' yang Menghebohkan

Selasa, 18 November 2025 | 06:17 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-17T23:17:08Z
Ruang Iklan

Pecah Kongsi Dokter Akibat Polemik 'Rahim Copot' yang Menghebohkan

Polemik seputar kasus 'rahim copot' yang viral di media sosial telah memicu perdebatan sengit di kalangan sesama dokter di Indonesia. Kisah ini bermula dari pengalaman dokter sekaligus influencer kesehatan, dr. Gia Pratama, yang dibagikan dalam podcast Raditya Dika. Dr. Gia menceritakan insiden langka yang ditanganinya di IGD RSUD dr. Slamet, Garut, di mana seorang pria datang membawa kantong plastik berisi organ yang diduga adalah rahim istrinya. Pasien tersebut mengalami komplikasi serius setelah melahirkan dengan bantuan dukun beranak, yang diduga menarik paksa plasenta sebelum lepas sempurna sehingga menyebabkan rahim ikut tertarik keluar.

Cerita dr. Gia sontak membuat publik geger dan menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan calon ibu. Namun, alih-alih meredakan keresahan, narasi ini justru memicu gelombang opini dan kritik di antara tenaga medis. Sejumlah dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) menyatakan keraguannya, menyebut bahwa istilah 'rahim copot' tidak dikenal dalam dunia medis. Mereka berargumen bahwa secara anatomi, rahim ditopang oleh ligamen yang sangat kuat, sehingga nyaris tidak mungkin 'lepas' begitu saja tanpa intervensi bedah. Kondisi medis yang paling mendekati adalah inversio uteri, yaitu rahim terbalik, sebuah komplikasi persalinan yang serius namun jarang terjadi, di mana rahim terbalik sebagian atau seluruhnya dan menonjol ke dalam vagina atau keluar tubuh. Dokter spesialis kebidanan dan kandungan, dr. Marcel Elian Suwito, bahkan menyebut bahwa jika rahim benar-benar tertarik keluar, pasien kemungkinan besar akan mengalami pendarahan hebat dan meninggal di tempat dalam hitungan menit. Kritik juga datang dari dr. Irwin Lamtota, yang melalui unggahan satir menyoroti perdebatan ini di Indonesia, sementara negara lain membahas teknologi transplantasi rahim, dan mempertanyakan absennya laporan ilmiah internasional untuk kasus semacam itu.

Kontroversi ini semakin memanas hingga Dokter Tirta, influencer kesehatan lainnya, turut angkat bicara. Ia menyayangkan sikap reaktif dan 'nyinyir' sebagian dokter senior di media sosial, dan menyarankan agar perbedaan pendapat atau koreksi ilmu sebaiknya diselesaikan melalui jalur pribadi atau diskusi internal.

Namun, narasi yang meragukan dr. Gia tersebut mulai patah setelah munculnya 'saksi hidup'. Dr. dr. Christofani E SpOG SubspFER, seorang dokter kandungan senior yang dilaporkan turut menangani pasien bersama dr. Gia saat masih menjadi residen 15 tahun lalu, menguatkan cerita tersebut. Dr. Christofani membagikan foto kasus tersebut di akun Facebook-nya 15 tahun lalu dan menyebutnya sebagai kasus yang "luar biasa aneh" dalam dunia medis. Kemunculan bukti ini memperkuat keyakinan bahwa kondisi 'rahim copot' yang diceritakan dr. Gia memang benar-benar terjadi.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) melalui Ketua Umum Prof. Budi Wiweko, Sp.OG(K) menjelaskan, proses pengeluaran plasenta memiliki tahapan medis yang tidak boleh dilakukan sembarangan. Normalnya, plasenta keluar 15 hingga 30 menit setelah bayi lahir dan tidak boleh dipaksa. Penarikan paksa tali pusar, terutama jika plasenta belum lepas sempurna atau melekat kuat pada dinding rahim (plasenta akreta, inkreta, atau perkreta), dapat menyebabkan komplikasi serius seperti inversio uteri. POGI juga mengingatkan seluruh tenaga medis untuk menjunjung tinggi aspek etik, profesionalisme, dan kompetensi dalam memberikan informasi di media sosial agar edukasi yang disampaikan bermanfaat bagi masyarakat.

Polemik ini tidak hanya membuka ruang diskusi tentang kasus medis yang langka, tetapi juga menyoroti pentingnya edukasi publik mengenai persalinan yang aman, bahaya pertolongan persalinan oleh dukun beranak, serta etika komunikasi di kalangan profesional medis dalam menyikapi informasi yang beredar di ruang publik.