Notification

×

Iklan

Iklan

Strategi PERSAGI: Hotline Pemetaan Kebutuhan Ahli Gizi MBG untuk Ketersediaan Merata

Selasa, 18 November 2025 | 13:29 WIB | 0 Dibaca Last Updated 2025-11-18T06:29:16Z
Ruang Iklan

Strategi PERSAGI: Hotline Pemetaan Kebutuhan Ahli Gizi MBG untuk Ketersediaan Merata

Perhimpunan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI) tengah mengambil langkah konkret untuk memastikan ketersediaan dan peran ahli gizi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dicanangkan pemerintah. Untuk tujuan tersebut, PERSAGI sedang menyiapkan sebuah hotline nasional. Langkah ini diambil menyusul polemik dan pertanyaan publik mengenai keterlibatan tenaga gizi yang kompeten dalam program prioritas nasional yang telah bergulir sejak 6 Januari 2025 ini.

Ketua Umum PERSAGI, Doddy Izwardy, menegaskan bahwa ahli gizi adalah tenaga yang paling kompeten dalam penyusunan menu dan pengendalian mutu gizi pada program makanan anak sekolah. Pernyataan ini sekaligus merespons kontroversi yang muncul setelah Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut bahwa program MBG tidak memerlukan ahli gizi, bahkan mengusulkan lulusan baru dapat dilatih selama tiga bulan untuk menggantikan peran tersebut, yang kemudian memicu kekecewaan di kalangan profesional gizi.

Doddy Izwardy menjelaskan bahwa penyusunan menu tidak sekadar menentukan makanan yang enak atau mengenyangkan, melainkan membutuhkan dasar ilmu gizi yang kuat dan uji kompetensi. Untuk memastikan hal ini, PERSAGI telah berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Badan Gizi Nasional (BGN) guna memastikan peran ahli gizi tetap terstruktur dalam pelaksanaan MBG.

Hotline nasional yang disiapkan PERSAGI bertujuan untuk memetakan kebutuhan tenaga gizi di setiap daerah dan membantu proses rekrutmen. Hal ini menjadi krusial mengingat BGN memperkirakan dibutuhkan sekitar 30.000 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk menjangkau 82,9 juta penerima manfaat MBG secara merata pada tahun 2025. Idealnya, setiap SPPG membutuhkan dua ahli gizi untuk menjaga kualitas menu makanan yang diberikan kepada penerima manfaat, termasuk balita, anak sekolah, serta ibu hamil dan menyusui.

Meskipun jumlah sarjana gizi saat ini dianggap terbatas untuk memenuhi seluruh kebutuhan program MBG, BGN menyatakan bahwa sarjana gizi adalah prioritas utama, dan opsi pelatihan cepat untuk lulusan rumpun kesehatan masyarakat dengan dasar ilmu gizi yang memadai dapat dipertimbangkan jika terjadi kelangkaan. Pentingnya peran ahli gizi dalam program MBG juga semakin disoroti mengingat adanya laporan kasus keracunan massal yang diduga terkait dengan program ini di beberapa daerah sejak Januari 2025. Hal ini menekankan urgensi pengawasan gizi yang ketat dan kompeten untuk menjamin keamanan dan kualitas makanan yang disalurkan.