:strip_icc()/kly-media-production/medias/5398388/original/046102500_1761883790-jerome5.jpg)
Kabar duka menyelimuti keluarga YouTuber dan edukator Jerome Polin dengan berpulangnya sang ayah, Marojahan Sintong Sijabat, pada Kamis, 30 Oktober 2025. Mendiang Marojahan dikenal sebagai seorang pendeta Gereja Kristen Indonesia (GKI) Darmo Satelit Surabaya, yang aktif melayani jemaat, khususnya kaum muda, serta seorang motivator rohani. Kepergian sosok ayah yang sangat dicintai ini menyoroti kembali betapa vitalnya peran seorang ayah dalam membentuk kesehatan mental dan karakter anak-anak, sebuah pelajaran berharga yang dapat dipetik dari kedekatan Jerome dengan ayahnya.
Jerome Polin sendiri menyebut ayahnya sebagai panutan, khususnya dalam hal kasih sayang dan kesetiaan terhadap sang istri, ibu Jerome. Jerome menceritakan bagaimana ayahnya selalu membukakan pintu mobil untuk istrinya, membawakan tas saat berjalan-jalan, dan menggandeng tangannya saat menyeberang. Hubungan hangat ini mencerminkan dampak positif kehadiran ayah yang responsif dalam keluarga. Selain itu, mengikuti jejak anaknya, Marojahan Sijabat juga aktif di platform digital, membagikan motivasi dan renungan rohani, yang membuatnya dijuluki "Pendeta Zaman Now." Beliau dikenal mendukung penuh pendidikan dan karier anak-anaknya.
Para psikolog menekankan bahwa peran ayah sangat penting dalam mendukung kesehatan mental anak-anak, seringkali diabaikan namun tidak dapat diragukan dampaknya. Kehadiran ayah yang menghibur dan menenangkan, tidak hanya secara fisik tetapi juga melalui interaksi, sentuhan hangat, suara tenang, dan senyuman, dapat menjadi sumber kenyamanan dan keamanan yang signifikan. Hal ini membantu mengurangi stres dan kecemasan anak, serta mendukung perkembangan kesehatan mental yang positif.
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang tumbuh dengan dukungan dan kasih sayang dari ayah cenderung memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi dan lebih mampu mengatasi tantangan. Ayah juga berperan sebagai model perilaku utama, terutama dalam menangani konflik dan mengelola emosi. Cara ayah merespons situasi sulit memberikan contoh kuat bagi anak tentang bagaimana menyelesaikan masalah dengan tenang dan bijaksana, membentuk pola pikir sehat dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan.
Lebih lanjut, ayah seringkali mendorong anak untuk mengambil risiko, mengeksplorasi minat, dan menjadi mandiri, berbeda dengan pengasuhan ibu yang cenderung fokus pada perlindungan dari kegagalan. Keterlibatan aktif ayah terbukti meningkatkan kemampuan kognitif anak secara signifikan, termasuk IQ yang lebih tinggi, prestasi akademik yang lebih baik, dan keterampilan pemecahan masalah. Anak-anak dengan dukungan emosional dari ayah cenderung lebih bahagia, kurang mengalami depresi, dan lebih sedikit menunjukkan emosi negatif seperti ketakutan atau rasa bersalah. Mereka juga lebih mampu mengatur emosi dan beradaptasi secara sosial.
Ketidakhadiran figur ayah yang berarti dalam kehidupan seorang anak dapat berdampak pada hilangnya figur yang mengisi keberanian, kepercayaan diri, dan ketangguhan. Dalam kasus demikian, anak mungkin mencari figur superior dalam versi lain. Oleh karena itu, bahkan bagi ayah dengan jadwal padat, kehadiran emosional melalui komunikasi intens dan keterlibatan dalam kegiatan anak sangat direkomendasikan. Ikatan yang sehat antara ayah dan anak diyakini dapat menekan risiko stres, depresi, dan perilaku negatif pada remaja. Kehadiran emosional, kasih sayang, dan bimbingan ayah menjadi fondasi bagi kesehatan mental dan ketahanan diri anak di masa depan.