:strip_icc():watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,573,20,0)/kly-media-production/medias/5412243/original/004571900_1763047335-WhatsApp_Image_2025-11-13_at_21.49.30_bd2f43e2.jpg)
Menurunkan berat badan sering kali menjadi tujuan utama bagi banyak orang untuk mencapai hidup yang lebih sehat. Namun, perdebatan mengenai metode yang paling efektif—apakah melalui pengurangan asupan makanan atau peningkatan aktivitas fisik—masih sering muncul. Sejumlah penelitian dan pandangan ahli gizi menunjukkan bahwa mengurangi asupan makanan, atau dikenal dengan diet defisit kalori, umumnya lebih efektif dalam mencapai penurunan berat badan dibandingkan hanya mengandalkan olahraga.
Defisit kalori adalah prinsip dasar di mana seseorang mengonsumsi lebih sedikit kalori daripada yang dibakar tubuh setiap hari. Ini berarti tubuh akan menggunakan cadangan energi yang tersimpan dalam bentuk lemak untuk memenuhi kebutuhan kalori harian, sehingga menghasilkan penurunan berat badan yang berkelanjutan. Menciptakan defisit 500-1000 kalori per hari dapat menghasilkan penurunan berat badan sekitar 0.5-1 kg per minggu, yang dianggap sehat dan berkelanjutan.
Para ahli sepakat bahwa lebih mudah mengatur asupan kalori melalui modifikasi diet daripada membakar kalori dalam jumlah besar melalui olahraga. Sebagai contoh, satu potong piza bisa mengandung 300-400 kkal, dan Anda membutuhkan sekitar 30-40 menit joging untuk membakarnya. Ini menunjukkan bahwa menghindari satu potong piza sering kali lebih praktis daripada berusaha membakarnya setelah makan. Pelatih kebugaran Viktor Mandzyak bahkan mencatat bahwa hanya sekitar 10 persen kalori yang dibakar tubuh berasal dari olahraga, sementara sekitar 85% kalori dibakar tanpa aktivitas fisik terfokus, seperti fungsi organ vital. Studi menunjukkan bahwa orang yang berolahraga sendirian kehilangan lebih sedikit berat badan dibandingkan mereka yang berolahraga sekaligus mengurangi asupan energi.
Penelitian lain yang dipublikasikan di jurnal Nature Medicine pada 4 Agustus 2025 mengungkapkan bahwa pola makan yang minim makanan olahan dapat membantu menurunkan berat badan hingga dua kali lipat dibandingkan orang yang hanya mengurangi porsi makan namun tetap mengonsumsi makanan ultra-olahan. Memilih makanan padat nutrisi seperti sayuran, protein sehat, dan biji-bijian dapat membuat perut kenyang lebih lama tanpa menambah kalori berlebihan. Mengonsumsi porsi kecil secara teratur juga dinilai lebih efektif daripada diet puasa intermiten (intermittent fasting) dalam memangkas kalori.
Meskipun demikian, olahraga tetap memegang peran penting dalam proses penurunan berat badan dan, terutama, untuk menjaga berat badan tetap stabil dalam jangka panjang. Manfaat olahraga meliputi pembakaran kalori tambahan, mempertahankan massa otot, meningkatkan metabolisme, serta memberikan manfaat kesehatan menyeluruh seperti memperkuat jantung, memperbaiki suasana hati, mengurangi stres, dan meningkatkan kualitas tidur. Latihan kekuatan, misalnya, dapat menjaga dan membangun massa otot yang meningkatkan laju metabolisme, membakar lebih banyak kalori bahkan saat istirahat, dan meningkatkan tingkat metabolisme hingga 72 jam setelah sesi.
Pendekatan terbaik untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan adalah kombinasi diet seimbang dan olahraga teratur. Studi pada tahun 2014 menemukan bahwa menggabungkan pembatasan kalori dengan olahraga adalah cara terbaik untuk mencapai penurunan berat badan yang signifikan. Kombinasi keduanya dapat menurunkan berat badan hingga 10.8% dan penurunan lemak tubuh lebih besar (12.4%) dibandingkan diet saja (8.9%) atau olahraga saja (3.3%).
Penting untuk dicatat bahwa mengurangi asupan kalori secara drastis atau ekstrem tanpa memperhatikan nutrisi dapat memperlambat metabolisme, menyebabkan kekurangan nutrisi, kehilangan massa otot, kelelahan, dan bahkan dapat memicu peningkatan nafsu makan berlebihan. Oleh karena itu, konsultasi dengan dokter atau ahli gizi disarankan untuk memastikan strategi penurunan berat badan yang tepat dan aman.