:strip_icc()/kly-media-production/medias/4647963/original/018624800_1699944034-gangguan-tidur-dan-makan-foto-freepikcom-jcomp.jpeg)
Somnifobia, atau yang juga dikenal sebagai hipnofobia atau clinophobia, adalah kondisi kesehatan mental serius yang ditandai dengan ketakutan intens dan tidak rasional terhadap tidur. Kondisi ini bukan sekadar kesulitan tidur biasa, melainkan rasa cemas berlebihan yang membuat penderitanya menghindari terlelap sebisa mungkin, bahkan hingga mengganggu kualitas hidup secara signifikan.
Penderita somnifobia sering kali merasa khawatir hal buruk akan terjadi saat mereka tidur, seperti kehilangan kendali atas tubuh, mengalami mimpi buruk yang terasa nyata, ketindihan (sleep paralysis), halusinasi, atau bahkan takut meninggal dan tidak bisa bangun lagi. Ketakutan ini bisa muncul hanya dengan memikirkan tidur atau saat mencoba untuk terlelap.
Gejala somnifobia dapat bervariasi, namun umumnya melibatkan manifestasi fisik dan psikologis. Secara fisik, seseorang mungkin mengalami serangan panik secara tiba-tiba yang ditandai dengan keringat dingin, tubuh gemetar, napas pendek atau sesak napas, detak jantung lebih cepat, nyeri dan berat di dada, mual, pusing, dan linglung. Gejala fisik ini juga bisa muncul sebagai respon terhadap kecemasan yang berhubungan dengan tidur.
Dari sisi perilaku dan emosional, penderita somnifobia cenderung menghindari tidur selama mungkin, sering merasa mudah tersinggung atau mengalami perubahan suasana hati, dan kesulitan berkonsentrasi sepanjang hari karena terlalu khawatir tentang tidur. Mereka mungkin juga berusaha tetap sibuk, menyalakan lampu atau televisi saat mencoba tidur, atau bahkan tidur di tempat selain kasur mereka.
Penyebab somnifobia belum sepenuhnya dipahami, tetapi beberapa faktor dapat berkontribusi. Pengalaman negatif terkait tidur, seperti mimpi buruk yang berulang, ketindihan (sleep paralysis), atau halusinasi saat tertidur atau terbangun, sering menjadi pemicu. Kondisi seperti gangguan stres pascatrauma (PTSD) juga sangat terkait dengan somnifobia, di mana trauma yang dialami dapat menyebabkan mimpi buruk dan gangguan tidur lainnya yang memicu ketakutan terhadap tidur. Selain itu, gangguan kecemasan secara umum dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami fobia ini.
Dampak somnifobia bisa sangat berbahaya jika tidak diatasi. Tidur adalah kebutuhan vital bagi tubuh untuk memperbaiki fungsi organ dan memproduksi hormon kekebalan. Kekurangan tidur kronis dapat menyebabkan kelelahan parah, sulit berkonsentrasi, perubahan suasana hati yang drastis, hingga risiko masalah kesehatan fisik yang lebih serius seperti depresi, diabetes, tekanan darah tinggi, dan serangan jantung. Dalam beberapa kasus, penderita juga mungkin menyalahgunakan zat tertentu untuk mencoba tidur.
Penanganan somnifobia memerlukan bantuan profesional. Terapi perilaku kognitif (CBT) dan terapi paparan (exposure therapy) sering kali menjadi pendekatan yang paling efektif. CBT membantu pasien mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif terkait tidur, sementara terapi paparan secara bertahap menghadapkan pasien pada ketakutan mereka dalam lingkungan yang terkontrol. Konseling atau terapi bicara juga dapat memberikan wadah yang aman bagi pasien untuk menceritakan perasaan mereka. Dalam kasus tertentu, dokter mungkin meresepkan obat-obatan seperti benzodiazepin atau antidepresan untuk mengatasi kecemasan berlebihan, namun penggunaannya umumnya bersifat jangka pendek. Mengingat dampak serius yang ditimbulkan, deteksi dini dan intervensi sangat penting untuk mengelola somnifobia secara efektif dan membantu penderita mendapatkan istirahat yang mereka butuhkan.